ETIKA, MORAL, dan AKHLAK
A. Pengertian
a. Akhlak
Ada dua pendekatan yang
dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic
(kebahasaan), dan pendekatan terminologik (peristilahan).
Dari sudut kebahasaan,
akhlak berasal dari bahasa arab, yaitu isim mashdar (bentuk infinitive) dari
kata al-akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai timbangan (wazan) tsulasi majid
af'ala, yuf'ilu if'alan yang berarti al-sajiyah (perangai), at-thobi'ah
(kelakuan, tabiat, watak dasar), al-adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru'ah
(peradaban yang baik) dan al-din (agama).
Untuk menjelaskan
pengertian akhlak dari segi istilah, kita dapat merujuk kepada berbagai
pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang
selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu
misalnya secara singkat mengatakan bahwa akhlak adalah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan
pemikiran dan pertimbangan.
Definisi-definisi akhlak
tersebut secara subtansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat
melihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu;
1. Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi
kepribadiaannya.
2. Perbuatan akhlak adalah
perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. Ini tidak berarti
bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak
sadar, hilang ingatan, tidur atau gila.
3. Bahwa perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa
ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang
dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
4. Bahwa perbuatan akhlak
adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau
karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang
keempat perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang
dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji
orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.
b. Etika
Etika menurut bahasa
berasal dari bahasa Yunani, ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, etika diartikan ilmu pengetahuan tentang
azaz-azaz akhlak (moral). Dari pengertian kebahsaan ini terlihat bahwa etika
berhubungan dengan upaya menentukan tingkah laku manusia.
Dari definisi etika
tersebut diatas, dapat segera diketahui bahwa etika berhubungan dengan empat
hal sebagai berikut.
1. Dilihat dari segi objek
pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.
2. Dilihat dari segi
sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil
pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolute dan tidak pula universal.
Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya.
Selain itu, etika juga memanfaatkan berbagai ilmu yang memebahas perilaku
manusia seperti ilmu antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi
dan sebagainya.
3. Dilihat dari segi
fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap
sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut
akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Dengan
demikian etika lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang
dilaksanakan oleh manusia. Etika lebih mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai
yang ada.
4. Dilihat dari segi
sifatnya, etika bersifat relative yakni dapat berubah-ubah sesuai dengan
tuntutan zaman.
Dengan ciri-cirinya yang
demikian itu, maka etika lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan upaya menentukan perbuatan yang dilakukan manusia untuk dikatan baik
atau buruk. Berbagai pemikiran yang dikemukakan para filosof barat mengenai
perbuatan baik atau buruk dapat dikelompokkan kepada pemikiran etika, karena
berasal dari hasil berfikir. Dengan demikian etika sifatnya humanistis dan
antroposentris yakni bersifat pada pemikiran manusia dan diarahkan pada
manusia.
c. Moral
Adapun arti moral dari
segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang
berarti adat kebiasaan. Di dalam kamus umum bahasa Indonesia dikatan bahwa
moral adalah pennetuan baik buruk terhadap perbuatan dan kelakuan. Selanjutnya
moral dalam arti istilah adalah suatu istilah yang digunakan untuk menentukan
batas-batas dari sifat, perangai, kehendak, pendapat atau perbuatan yang secara
layak dapat dikatakan benar, salah, baik atau buruk.
Berdasarkan kutipan
tersebut diatas, dapat dipahami bahwa moral adalah istilah yang digunakan untuk
memberikan batasan terhadap aktifitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik
atau buruk, benar atau salah.
Jika pengertian etika
dan moral tersebut dihubungkan satu dengan lainnya, kita dapat mengetakan bahwa
antara etika dan moral memiki objek yang sama, yaitu sama-sama membahas tentang
perbuatan manusia selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk.
Namun demikian dalam
beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan
nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolak ukur akal pikiran
atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah norma-norma
yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan demikian etika
lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan
etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang
berkembang di masyarakat.
Dalam kesadaran moral mencakup tiga hal :
1. Perasaan wajib atau
keharusan untuk melakukan tindakan yang bermoral.
2. Kesadaran moral dapat
juga berwujud rasional dan objektif, yaitu suatu perbuatan yang secara umumk
dapat diterima oleh masyarakat, sebagai hal yang objektif dan dapat
diberlakukan secara universal, artinya dapat disetujui berlaku pada setiap
waktu dan tempat bagi setiap orang yang berada dalam situasi yang sejenis.
3. Kesadaran moral dapat
pula muncul dalam bentuk kebebasan.
Berdasarkan pada uraian
diatas, dapat sampai pada suatu kesimpulan, bahwa moral lebih mengacu kepada
suatu nilai atau sistem hidup yang dilaksanakan atau diberlakukan oleh
masyarakat. Nilai atau sitem hidup tersebut diyakini oleh masyarakat sebagai
yang akan memberikan harapan munculnya kebahagiaan dan ketentraman. Nilai-nilai
tersebut ada yang berkaitan dengan perasaan wajib, rasional, berlaku umum dan
kebebasan. Jika nilai-nilai tersebut telah mendarah daging dalam diri
seseorang, maka akan membentuk kesadaran moralnya sendiri. Orang yang demikian
akan dengan mudah dapat melakukan suatu perbuatan tanpa harus ada dorongan atau
paksaan dari luar.
Persamaan Etika, Moral,
dan Akhlak
Persamaan
ketiganya terletak pada fungsi dan peran, yaitu menentukan hukum atau nilai
dari suatu perbuatan manusia untuk ditetapkan baik atau buruk.Secara rinci
persamaan tersebut terdapat dalam tiga hal:
1. Objek: yaitu perbuatan manusia
2.
Ukuran: yaitu baik dan
buruk
3.
Tujuan: membentuk
kepribadian manusia
Perbedaan Etika, Moral,
dan Akhlak
1.
Sumber atau acuan:
·
Etika sumber acuannya
adalah akal
·
Moral sumbernya norma
atau adapt istiadat
·
Akhlak bersumber dari
wahyu
2.
Sifat Pemikiran:
·
Etika bersifat
filososfis
·
Moral bersifat empiris
·
Akhlak merupakan
perpaduan antara wahyu dan akal
3.
Proses munculnya
perbuatan:
·
Etika muncul ketika ada
ide
·
Moral muncul karena
pertimbangan suasana
·
Akhlak muncul secara
spontan atau tanpa pertimbangan.
·
B. Karakter Etika Islam
(Akhlak)
Etika Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Etika Islam mengajarkan
dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari
tingkah laku yang buruk.
2. Etika Islam menetapkan
bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik dan buruknya perbuatan seseorang
didasarkan kepada al-Qur’an dan al-Hadits yang shohih.
3. Etika Islam bersifat
universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh
umat manusia kapanpun dan dimanapun mereka berada.
4. Etika Islam mengatur dan
mengarahkan fitrah manusia kejenjang akhlak yang luhur dan mulia serta
meluruskan perbuatan manusia sebagai upaya memanusiakan manusia. Etika islam
merupakan pedoman mengenai perilaku individu maupun masyarakat di segala aspek
kehidupan yang sesuai dengan ajaran islam.
Etika
islam didasari oleh 2 prinsip berikut :
1. Fitrah manusia. Yaitu
insting alami (fitrah) yang diberikan kepada jiwa manusia oleh Allah waktu
pertama kali diciptakan (91:7-8). Dengan adanya insting ini, orang dapat
membedakan tidak hanya antara yang baik dan yang buruk, tetapi juga yang
netral. Namun, kesadaran etika tidak cukup untuk petunjuk pribadi. Karena
kompleksitas hidup kesadaran etika saja tidak dapat mendefinisikan attitude
yang benar terhadap setiap masalah.
2. Dasar hukum dan agama,
yang mendasari etika islam diperkenalkan oleh utusan-utusan Allah. Hukum dalam
islam tidaklah negatif dalam arti memaksa kesadaran kita untuk mematuhinya.
Sebaliknya, instruksi hukum telah disampaikan sedemikian rupa sehingga
kesadaran dapat melihatnya sebagai kebenaran, seperti seorang muslim dengan
sukarela membayar zakat karena tahu apabila tidak mengerjakannya mereka akan
bertanggung-jawab secara hukum dan etika.
Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, tidak juga apa-apa yang diatur oleh masyarakat terhadap individu, dan tidak juga untuk kelas-kelas tertentu. Dalam Islam, nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.
Nilai-nilai etika islam tidak berdasarkan oleh pikiran manusia, tidak juga apa-apa yang diatur oleh masyarakat terhadap individu, dan tidak juga untuk kelas-kelas tertentu. Dalam Islam, nilai-nilai etika adalah didasari oleh skala yang akurat yang tidak berubah karena waktu atau tempat. Nilai-nilai Islam adalah sesuatu yang tanpa kehadirannya, manusia ataupun lingkungan tidak dapat dipertahankan.
C. Tasawuf
·
Pengertian Tasawuf
Secara bahasa
tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف )
adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan
akhlaq, membangun diri lahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Tasawuf adalah ilmu yang membahas masalah pendekatan diri manusia kepada Tuhan
melalui penyucian rohnya.
D.
Hubungan antara Tasawuf dengan Akhlak
Ilmu
tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga,
1. Tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang
menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini
menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik
menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya.
2. Tasawwuf akhlaki, yakni tasawwuf
yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari
takhalli (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya
dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding
penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur
Illahi tampak jelas padanya).
3. Tasawwuf amali, yakni tasawwuf yang
menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul
dalam tharikat.
Sebenarnya, tiga macam tasawwuf
tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama mendekatkan diri kepada Allah
dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri
dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk
menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia
berdasarkan kesadarannya sendiri.
Jadi akhlak merupakan
bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf,
dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi qolbu (hati)
dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah.
Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf
amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang
terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.
E. Etika Islam Terhadap
Diri Sendiri (Menurut Abu Bakar al-Jazairi)
1.
Etika
islam terhadap diri sendiri(menurut Abu Bakar al-Jazairi)
Orang Muslim meyakini bahwa kebahagiaannya di dunia
dan akhirat sangat ditentukan oleh sejauh mana pembinaan terhadap dirinya,
perbaikan, dan penyucian dirinya. Selain itu, ia meyakini bahwa kecelakaan
dirinya sangat ditentukan oleh sejauh mana kerusakan dirinya, pengotorannya,
dan kebrengsekannya. Itu semua karena dalil-dalil berikut,
Firman Allah Ta‘ala, “Sesungguhnya beruntunglah
orang yang menjiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams:
9-10).
“Sesungguhnya orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka
masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum, demikianlah Kami memberi
pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. Mereka mempunyai tikar
tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka), demikianlah
Kami memberi balasan kepada orang orang yang zhalim. Dan orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih, Kami tidak memikulkan kewajiban
kepada diri seseorang melainkan sekedar kesanggupannya, mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.” (Al-A’raaf:
40-42).
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu
benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal shallih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan
nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (Al-‘Ashr:
1-3).
Sabda Rasulullah saw., “Semua dan kalian masuk
surga, kecuali orang-orang yang tidak mau.” Para sahabat bertanya, “Siapa yang
tidak mau masuk surga, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. bersada, “Barangsiapa
taat kepadaku, ia masuk surga. Dan barangsiapa bermaksiat kepadaku, ia tidak
mau (masuk surga).” (HR Bukhari).
“Semua manusia beramal, dan menjual
dirinya memperbaiki dirinya, atau membinasakannya.” (HR Muslim).
Orang Muslim meyakini bahwa sesuatu yang bisa
membersihkan dirinya, dan menyucikannya ialah iman yang baik, dan amal shalih.
Ia juga meyakini, bahwa sesuatu yang mengotori dirinya, dan merusaknya ialah keburukan
kekafiran dan kemaksiatan, berdasarkan dalil-dalil berikut:
Firman Allah Ta‘ala, “Dan dirikanlah shalat itu
pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada sebagian permulaan daripada
malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”
(Huud: 114).
“Sekali-kali tidak (demikian),
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifin:
14).
Sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya jika seorang
Mukmin mengerjakan dosa, maka ada noda hitam di hatinya. Jika ia bertaubat,
berhenti (dari dosa tersebut), dan beristighfar, maka hatinya bersih. Jika
dosanya bertambah, bertambah pula noda hitamnya, hingga menutupi hatinya.” (HR
An-Nasai dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata bahwa hadits ini hasan shahih).
Noda hitam tersebut tidak lain adalah tutupan hati
yang disebutkan Allah Ta‘ala dalam surat Al-Muthaffifin di atas.
“Bertakwalah kepada Allah di mana
saja engkau berada dan tindaklanjutilah kesalahan dengan kebaikan niscaya
kebaikan tersebut menghapus kesalahan tersebut, serta bergaulah dengan manusia
dengan akhlak yang baik.” (HR Ahmad, At-Tirmidzi, dan Al-Hakim).
Oleh karena itulah, orang Muslim tidak henti-hentinya
membina dirinya, menyucikannya, dan membersihkannya. Sebab, ia orang yang
paling layak membinanya, kemudian ia memperbaikinya dengan etika-etika yang
membersihkannya, dan membersihkan kotoran-kotorannya. Ia menjauhkan diri dan
apa saja yang mengotorinya, dan merusaknya seperti keyakinan-keyakinan yang
rusak, ucapan-ucapan yang rusak, dan amal perbuatan yang rusak. Ia melawan
dirinya siang malam, mengevaluasinya setiap saat, membawanya kepada
perbuatan-perbuatan yang baik, mendorongnya kepada ketaatan, menjauhkannya dari
segala keburukan dan kerusakan
Adab ma`a nafsi ( etika terhadap diri sendiri ). Ada empat
upaya yang harus diperhatikan yakni :
1.
Taubat yakni melepaskan diri dari semua dosa
dan perbuatan maksiat, menyesali semua dosa-dosa di masa lalunya, dan bertekad
tidak kembali lagi kepada dosa-dosa tersebut di sisa umurnya.
2. Muraqabah yakni keyakinan senantiasi ( hati kita ) diawasi ( oleh Allah
), di ketahui ( hati kita oleh Allah
) dan diperhatikan hati kita oleh Allah.
3. Muhasabah yakni proses introspeksi diri kita sendiri.
4. Mujahadah yakni upaya kerja keras untuk meraih yang kita
cita-citakan.
kurang daftar pustaka
BalasHapus