MASYARAKAT
MADANI
DAN
KESEJAHTERAAN UMAT
Pengertian masyarakat
madani
Masyarakat madani, yang sering dianggap
identik dengan diasaskan kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara
hak dan kewajiban individu dengan hak dan kewajiban sosial. Pelaksanaanya antara
lain dengan terbentuknya pemerintahan yang tunduk pada aturan dan undang-undang
dengan sistem transparan. Masyarakat madani yang merupakan terjemahan dari kosa
kata bahasa arab mujtama’ madani, secara
etimologis mempunyai dua arti. Pertama, masyarakat kota, karena kata “madani”
berasal dari kata “madinah” yang berarti ‘kota’ yang menunjukan banyaknya
aktivitas, dinamis dan penuh dengan kreativitas. Kedua, masyarakat peradaban,
karena kkata “madani” juga merupakan turunan dari kata “tamaddun” yang berarti”peradaban”.
Masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai
peradaban.
Masyarakat madani, sebagai contoh,
sebagaimana dikemukakan oleh Robert N. Bellah dalam bukunya Beyond Belief
(1976), adalah masyarakat madinah yang dipimpin oleh Rasulullah saw. Sebuah
masyarakat yang sarat dengan nilai dan moral, maju, beradab, serta sangat
menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Hubungan sosial antar komponen masyarakat
madinah telah diatur secara formal, sebagaimana tergambar dalam perjanjian madinah-sebuah
piagam yang menurut Hamidullah adalah konstitusi tertulis pertama dalam sejarah
peradaban manusia (the first written constitution in the world).
Di dalam
Al-Quran Allah memberikan ilustrasi masyarakat ideal sebagai gambaran dari
masyarakat madani dengan firman Allah, “Sungguh bagi kaum saba’ ada tanda
(kebesaran Tuhan) ditempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah
kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan) ,”Makanlah oleh mu dari
rezeki yang (dianugrahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun.” (QS. As-Saba: 15)
Karakteristik
Masyarakat Madani
Ada beberapa
karakteristik masyarakat madani, diantaranya:
1. Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok ekslusif ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
2. Menyebarnya kekuasaan sehingga
kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh
kekuatan-kekuatan alternatif.
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang
didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang berbasis
masyarakat.
4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu
dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan
masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuhkembangnya kreatifitas yang pada mulanya
terhambat oleh rejim-rejim totaliter.
6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan
(trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain
dan tidak mementingkan diri sendiri.
7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan
lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah
masyarakat yang beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum
Tuhan sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.
9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat,
baik secara individu maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.
10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal
individu lain yang dapat mengurangi kebebasannya.
11. Toleran, artinya tidak mencampuri urusan pribadi
pihak lain yang telah diberikan oleh Allah sebagai kebebasan manusia dan tidak
merasa terganggu oleh aktivitas pihak lain yang berbeda tersebut.
12. Keseimbangan antara hak dan kewajiban sosial.
13.Berperadaban tinggi, artinya bahwa masyarakat
tersebut memiliki kecintaan terhadap ilmu pengetahuan dan memanfaatkan kemajuan
ilmu pengetahuan untuk umat manusia.
14. Berakhlak mulia.
Peranan Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani
Dalam konteks masyarakat Indonesia dimana umat Islam adalah mayoritas, peranan Islam dalam mewujudkan masyarakat madani sangat menentukan. Kondisi masyarakat sangat bergantung pada kontribusi yang diberikan umat Islam
Peranan
umat Islam dapat direalisasikan melalui jalur hukum, sosial, politik, ekonomi
dan yang lain. Sistem hukum, sosial politik, ekonomi dan yang lain di Indonesia
memberikan ruang untuk menyalurkan aspirasinya secara kontruktif bagi
kepentingan bangsa secara keseluruhan.
Permasalahan
pokok yang menjadi kendala saat ini adalah kemampuan dan konsistensi umat Islam
Indonesia terhadap karakter dasarnya untuk mengimplementasikan ajaran Islam
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui jalur-jalur yang ada. Sekalipun
umat Islam secara kuantitatif mayoritas, tapi secara kualitatif masih rendah
sehingga perlu pemberdayaan secara sistematis. Sikap Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
juga masih sangat lemah. Hal ini dapat dilihat dari fenomena sosial yang bertentangan
dengan agama islam, seperti angka kriminalitas yang tinggi, korupsi yang
terjadi disemua sektor. Bila
umat islam Indonsia benar-benar mencerminkan sikap hidup yang islami, pasti
Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat dan sejahtera.
Ekonomi
Islam
Ekonomi
Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya
diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana
dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Bekerja
merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana firman-Nya dalam surat
At-Taubah ayat 105:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka
Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada
Rasulullah Muhammad saw: Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja
tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan (HR.Thabrani dan
Baihaqi).
Pandangan
Islam terhadap harta
Islam
mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonomi. Pandangan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
Pertama,
pemilik mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini, termasuk
harta benda adalah Allah SWT. Kepemilikan oleh manusia hanya bersifat, sebatas
untuk melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan
ketentuan-Nya( QS. Al hadid:7)
Kedua,
status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut:
1. Harta
sebagai amanah atau titipan dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang amanah
karna memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.
2. Harta
sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya dengan baik
dan tidak berlebih-lebihan. Manusia
memiliki kecendrungan yang kuat untuk memiliki, menguasai, dan menikmati harta.
(QS Al-imran : 14).
3. Harta
sebagai ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam ataukah tidak (QS
Al-anfal:28).
4. Harta
sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksanakan perintah-Nya dan melaksanakan
muamalah diantara sesama manusia, melalui kegiatan zakat, infak, dan
sedekah (QS At-taubah:41)
Ketiga,
pemilikan harta dapat dilakukan antara lain melalui usaha (a`mal) atau mata
pencaharian (ma`isyah) yang halal dan sesuai dengan aturan. (QS Al-mulk : 15)
Keempat,
dilarang mencari harta, berusaha, atau bekerja yang dapat melupakan kematian
(QS At-Takaatsur: 1-2), melupakan dzikrullah( tidak ingat kepada Allah SWT
dengan segala ketentuan-Nya) (Qs Al-Munafiquun : 9), melupakan solat dan zakat
(QS An-Nur : 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok orang kaya saja
(QS Al-Hasyr:7).
Kelima,
dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (QS
Al-Baqarah: 273-281), perjudian, berjual
beli barang yang dialarang atau haram (QS Al-Maidah : 90-91), mencuri,
merampok, penggasaban, curang dalam takaran dan timbangan, melalui cara-cara
yang bathil dan merugikan, dan melalui suap-menyuap ( HR. Imam Ahmad).
Mengapa umat Islam
tidak boleh miskin?
Dalam
paradigma Islam, kekayaan merupakan suatu cobaan, bahkan suatu bencana yang
hanya dengan pertolongan Allah ia dapat dihindari, demikian pendapat Dr. Yusuf
al-Qardhawi dalam bukunya Musykilatul Faqri wa kaifa ‘Aalajahal Islam.
Dalam buku itu, beliau juga menegaskan bahwa kemikiskinan merupakan persoalan
yang harus dapat diatasi karena kemiskinan dapat membawa dampak pengaruh yang
negatif dan amat berbahaya, baik bagi si miskin sendiri maupun bagi
masyarakatnya.
Selanjutnya
beliau membeberkan sekurang-kurangnya lima pengaruh negatif atau bahaya dari
kemiskinan itu.
Pertama, خطر
على العقيدة
Bahaya
kemiskinan terhadap aqidah, yakni dapat membuat manusia ragu akan keadilan
Allah apabila dia hanya melihat orang yang kaya raya, apalagi kalau orang itu
sombong dengan kekayaan yang dimilikinya. Dalam kehidupan kita tidak sedikit
orang yang keluar dari aqidah Islam yang benar lalu memilih agama lain yang
bathil karena kemiskinan yang menghimpun dirinya.
Karena
begitu bahaya kemiskinan terhadap aqidah, maka Rasulullah mengajarkan kepada
kita disamping dengan usaha yang maksimal untuk mengatasi kemiskinan itu, juga
mengajarkan dengan do'a memohon perlindungan kepada Allah dari kondisi yang
demikian. Doa' itu berbunyi : ”Ya Tuhanku, aku berlindung kepadamu dari
kekufuran dan kemelaratan” (HR. Abu Daud).
Kedua, خطر على
الأخلاق والسلوك
Kedua
yang menjadi bahaya dari kemiskinan adalah terhadap etika dan moral, pengaruh
terhadap etika dan moral ini sebenarnya seiring dengan pengaruh terhadap
aqidah, hal ini nampak dengan banyaknya kasus-kasus kerusakan moral yang
terjadi pada mereka yang didera oleh kemiskinan; mulai dari berbicara yang
bohong sampai pada pembunuhan terhadap manusia, begitulah memang yang selama
ini banyak terjadi padahal itu merupakan sesuatu yang selama ini dianggap
sebagai tidak mungkin dilakukan olehnya, misalnya anak membunuh orang tua,
orang tua membunuh anak dan sebagainya. Rasulullah SAW bersabda: ”Ketahuilah,
manakala seseorang itu ditekan oleh utang, maka apabila berkata ia berdusta dan
apabila berjanji ia mengingkari” (HR. Bukhari, Muslim dan Nasa'i) .
Ketiga: خطر على
الفكر الإنساني
Bahaya
kemiskinan yang ketiga adalah terhadap pemikiran, hal ini karena orang yang didera
oleh kemiskinan amat sulit berfikir secara sehat, apalagi bila tetangga atau
orang yang berada di sekitarnya memperlihatkan kemewahan hidup atau
membicarakannya. Oleh karena itu, Imam Abu Hanifah pernah menyatakan:
”Janganlah kalian minta fatwa kepada orang yang di dalam rumahnya tidak ada
gandum”. Apa yang dikatakan Abu Hanifah itu benar, karena orang yang kekurangan
membuat fikiranya tidak menentu, bingung dengan urusan ”dapurnya” dan ini dapat
mengakibatkan fatwa atau pendapat yang tidak lurus dan tidak tepat. Dari
kondisi yang kepepet itu, seringkali seseorang yang dilanda kemiskinan itu
mengakibatkan emosi yang tidak terkendali.
Keempat, خطر
على الأسرة
Bahaya
kemiskinan yang keempat adalah terhadap rumah tangga, ini merupakan sesuatu
yang sudah banyak terjadi, misalnya begitu banyak pemuda yang takut untuk
menikah atau memasuki jenjang kehidupan rumah tangga, karena takut tidak mampu
memikul tanggung jawab ekonomi sesudah menikah, disamping itu orang tua dari
wanita yang hendak dinikahinya juga tidak mau menikahkan anaknya, karena pemuda
yang hendak menikahinya belum memiliki kemapanan dari segi ekonomi, padahal
sebenarnya hal itu tidak perlu terjadi karena nanti Allah akan memberikan
kemampuan kepada mereka. Disamping itu dalam kaitan bahaya terhadap kehidupan
keluarga, kemiskinan juga seringkali menjadi salah satu faktor utama terjadinya
perceraian antara suami dan isteri, baik karena isteri tidak diberi nafkah
secara wajar sehingga mengajukan gugatan cerai dan hakim agama memutuskan
perceraian itu, atau karena suami menghalalkan segala cara dalam mencari nafkah
dengan sebab kesulitannya itu sehingga dia ditangkap polisi dan dijebloskan ke
penjara yang membuat isteri minta cerai, atau juga karena isteri tidak sanggup
menghadapi kemiskinan yang menderanya sehingga dia mencari harta dengan cara
melacur dan suaminya marah hingga menceraikannya, dan sebagainya.
Kemudian
kemiskinan juga dapat menimbulkan noda dalam kehidupan rumah tangga dalam
bentuk pembunuhan terhadap anak, karena orang tua takut tidak bisa memberi
makan kepada mereka, dan begitulah yang pernah terjadi pada masyarakat
jahiliyah yang bisa jadi sekarang inipun masih banyak terjadi dengan corak yang
yang lain, karenanya Allah SWT melarang keras hal ini dalam firman-Nya:
”Janganlah kamu sekalian membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,
Kamilah yang akan memberikan rezeki kepadamu dan kepada mereka” (QS. Al-An’am:
151).
Kelima: خطر على
المجتمع واستقراره
Bahaya
Kelima dari kemiskinan adalah terhadap masyarakat dalam arti sangat sulit
terciptanya keamanan dan stabilitas yang terkendali dalam suatu masyarakat,
karenanya kenyataan menunjukan sulitnya orang-orang yang dilanda kemiskinan
untuk mengendalikan dirinya karena tuntutan perut, apalagi kalau kemiskinan itu
disebabkan oleh ketidakadilan penguasa, perampasan hak manusia, konglomerasi
sekelompok kecil masyarakat dengan mengeksploitir sebagian besar masyarakat dan
sebagainya. Kondisi semacam itu sangat besar menjadi penyebab timbulnya
kecemburuan sosial yang mengakibatkan gejolak sosial hingga tindakan-tindakan
kriminal yang mengerikan.
Oleh
karena itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengatasi kemiskinan
secara nyata karena dengan itu kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat dapat
berlangsung secara baik. Kita berharap agar saudara-saudara kita yang masih
dilanda kemiskinan untuk terus memperkokoh kesabaran karena hal itu merupakan
ujian dari Allah SWT yang harus dihadapi secara baik sehingga kemiskinan dan
kesulitan hidup tidak membuat kita putus asa hingga menghalalkan segala cara,
apalagi harus kita sadari bahwa kemiskinan dan kesulitan hidup yang kita alami
tidak pernah sesulit yang dialami oleh generasi terdahulu.
Kiat Islam Mengatasi Kemiskinan
Kemiskinan dan kehidupan dibawah garis kemiskinan
merupakan sesuatu yang masih begitu banyak terjadi di sekitar kita. Yang satu
berhasil mengatasi kemiskinan, tetapi muncul lagi penduduk miskin yang baru
dengan sebab-sebab tertentu. Karena itu kepedulian kita terhadap upaya
mengatasi kemiskinan merupakan sesuatu yang sangat penting. Islam merupakan
agama yang amat menekankan kepada kita untuk bisa mengatasi kemiskinan, bahkan
ada banyak petunjuknya di dalam Al Qur'an dan hadits-hadits, bahkan para ulama
terus mencurahkan kemampuan berfikir untuk menggali ajaran Islam dalam konteks
mengatasi kemiskinan, sementara kaum muslimin juga terus berusaha dari tahun ke
tahun dengan usaha yang maksimal guna mengatasi kemiskinan.
Salah seorang ulama yang terus mencurahkan
pemikirannya dalam masalah ini adalah Dr. Yusuf Qardhawi yang dalam kitabnya
Musykilatul Faqri Wa Kaifa 'Aalajahal Islam menyebutkan kiat-kiat Islam
dalam mengatasi kemiskinan. Menurut beliau sekurang-kurangnya ada enam kiat
yang bisa kita lakukan dalam upaya mengatasi kemiskinan berdasarkan petunjuk Al
Qur'an dan Hadits.
Pertama adalah bekerja yang
merupakan keharusan bagi setiap muslim agar memperoleh rezeki yang Allah
sediakan, bahkan kalau perlu seorang muslim berjalan di muka bumi ini hingga ke
penjuru dunia guna meraih rezeki yang halal. Allah berfirman: "Dialah
yang menjadikan buni itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya
dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya (QS. 67:15).
Karena itu seorang muslim harus memiliki ilmu yang
banyak dan ketrampilan yang bervariasi agar bisa bekerja dan membuka lapangan
pekerjaan bagi orang lain, hal ini karena bekerja merupakan sesuatu yang sangat
mulia dalam pandangan Islam, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang
menjadi payah pada sore hari karena kerja tangannya, maka terampuni dosanya
(HR. Thabrani).
Upaya kedua yang harus dilakukan adalah
dengan mencukupi keluarga yang lemah, mereka tidak bisa bekerja bukan karena
malas, tapi karena mereka lemah dan kaum muslimin memang harus memenuhi
kebutuhannya, mereka itu misalnya janda yang ditinggal mati suaminya tanpa
harta, anak-anak yatim yang masih kecil sehingga belum bisa mandiri, orang yang
lanjut usia, orang yang berpenyakit menahun, orang yang cacat dan sebagainya.
Keharusan keluarga yang lain untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya yang
lemah telah difirmankan oleh Allah: "Dan berikanlah kepada
keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang
dalam perjalanan: dan janganlah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaranya syaitan dan syaitan adalah
sangat ingkar kepada Tuhannya (QS. 17: 26-27)
Ketiga yang merupakan upaya untuk mengatasi kemiskinan adalah dengan menunaikan
kewajiban zakat. Apalagi zakat itu merupakan kewajiban yang kedudukannya sama
dengan kewajiban menunaikan shalat, karenanya dalam banyak ayat dan hadits,
perintah shalat dirangkai dengan perintah zakat, misalnya dalam firman Allah:
"Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku (QS. 2: 43)
Karena zakat merupakan upaya mengatasi kemiskinan,
maka sedapat mungkin dana zakat itu tidak hanya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang sifatnya konsumtif bagi fakir dan miskin kecuali kalau zakat
fitrah, karena kalau demikian dikhawatirkan mereka hanya menggantungkan
harapannya dari zakat yang membuat mereka tambah malas untuk berusaha, maka
dana zakat itu bisa saja digunakan untuk biaya pendidikan (beasiswa), modal
usaha dan sebagainya. Meskipun demikian, kebutuhan awal untuk makan tetap harus
dipenuhi, apalagi bagi mereka yang berpenyakit menahun, cacat dan sebagainya.
Oleh karena itu, bagi yang
tidak menunaikan zakat; bukan hanya tidak sempurna keislamannya, tapi termasuk
orang yang tidak beruntung, tidak baik dan tidak menunjukkan kebajikan dan
ketaqwaan, sama saja dengan orang-orang musyrik, tidak memperoleh rahmat Allah,
bahkan tidak berhak memperoleh pertolongan-Nya.
Upaya Keempat
untuk bisa mengatasi kemiskinan menurut DR. Yusuf Qardhawi adalah melalui dana
bantuan perbendaharaan Islam yang diperoleh dari berbagai sumber dana oleh Baitul
Maal. Karena itu kekayaan umum pada suatu negara harus diarahkan
kepada upaya mengatasi kemiskinan dan karenanya jangan sampai hal itu dikuasai
oleh satu atau sekelompok orang. Disamping itu aset negara, dana perbendaharaan
Islam juga bisa diperoleh dari ghanimah (harta rampasan perang), fa'i
(harta yang ditinggal musuh) dan sebagainya.
Karena itu seluruh potensi negara semestinya dapat
dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan dengan berbagai cara dan negara kita
termasuk negara yang masih memiliki penduduk miskin dalam jumlah yang banyak,
mereka tidak boleh kita biarkan saja tanpa ada usaha yang sungguh-sungguh untuk
mengatasi kemiskinan mereka.
Kelima yang merupakan upaya untuk bisa mengatasi kemiskinan adalah dengan
keharusan memenuhi hak-hak selain zakat yang harus diperoleh seorang muslim
dari muslim lainnya. Hak-hak yang dapat diperoleh itu misalnya dari tetangga
yang mampu, karena itu orang yang beriman bisa dianggap tidak beriman apabila
dia kenyang sementara tetangganya lapar, hal lainnya adalah qurban yang juga
untuk fakir miskin, kafarat dari seorang muslim yang melanggar sumpah, fidyah,
hadiah dan sebagaainya.
Usaha keenam yang
dapat dilakukan untuk mengatasi kemiskinan menurut beliau adalah dengan
shadaqah suka rela dan kebajikan individu, ini merupakan rangsangan yang
diberikan Allah kepada kaum muslimin yang memiliki kemampuan untuk
ditunaikannya, diantara bentuknya adalah waqaf dan hibah terhadap harta yang
dimilikinya seperti rumah, tanah, kendaraan dan sebagainya. Rangsangan dari
Allah yang akan diberikan kepadanya adalah dengan memperoleh pahal yang terus
menerus mengalir meskipun dia telah meninggal.
Akhirnya harus kita sadari
bahwa kemiskinan memang selalu menghantui kita sepanjang zaman, kemiskinan bisa
saja akan terus terjadi, meskipun usaha mengatasinya terus kita lakukan.
Kemiskinan bisa datang secara tiba-tiba, terhadap orang kaya sekalipun,
misalnya dengan terjadinya bencana, peperangan dan sebagainya. Karena itu
selagi kita kaya dan berkecukupan, maka Islam menghendaki agar kita ingat pada
yang miskin sehingga pada saat membutuhkan bantuan orang lain, insya Allah kita
akan memperoleh bantuan yang kita butuhkan itu.
Peranan zakat dalam Islam
·
Zakat merupakan ibadah wajib dengan
ketentuan yang telah ditetapkan syariah, sebagaimana tercantum dalam QS.
Al-Taubah (9:60)
·
Zakat mewujudkan keseimbangan antara
pemilik harta yang berlebih dengan mereka yang membutuhkan (DHU’AFA)
·
Zakat membantu kehidupan mereka yang
kekurangan ( lemah secara ekonomi ) untuk bertahan hidup dan menjadi lebih
berdaya dengan program pengembangan zakat secara produktif.
·
Zakat digunakan sebagai sumber dana
untuk program-program pmbangunan ekonomi, sosial, pertahanan keamanan,
pnyebaran fikrah Islam, dan program-program pembangunan lainnya sesuai
kebutuhan negara.
·
Zakat menumbuhkan rasa kemanusiaan yang
tinggi. Kesadaran untuk berbagi teradap mereka yang membutuhkan akan membentuk
rasa kepedulian sosial yang tinggi, sehingga dengan sendirinya peran zakat
dalam pembangunan masyarakat dapat berjalan.
·
Zakat dapat digunakan untuk menjalankan
program-program produktif yang dapat mengubah tingkat ekonomi seseorang menjadi
lebih baik, seperti zakat untuk program pemberdayaan ekonomi.
Manajemen zakat dan wakaf
Manajemen zakat
Zakat adalah
memberikan harta yang telah mencapai nisab dan haul kepada orang yang berhak
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu. Nisab adalah ukuran tertentu dari
harta yang dimiliki yang mewajibkan dikeluarkannya zakat, sedangkan haul adalah
berjalan genap satu tahun. Zakat juga berarti kebersihan, setiap pemeluk Islam
yang mempunyai harta cukup banyaknya menurut ketentuan (nisab) zakat, wajiblah
membersihkan hartanya itu dengan mengeluarkan zakatnya.
Dari sudut
bahasa, kata zakat berasal dari kata “zaka” yang berarti berkah, tumbuh,
bersih, dan baik. Segala sesuatu yang bertambah disebut zakat. Menurut istilah
fikih zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk
diserahkan kepada yang berhak. Orang yang wajib zakat disebut “muzakki”, sedangkan
orang yang berhak menerima zakat disebut ”mustahiq”. Zakat merupakan pengikat solidaritas dalam masyarakat dan mendidik jiwa
untuk mengalahkan kelemahan dan mempraktikan pengorbanan diri serta kemurahan
hati.
Zakat
ada dua macam yaitu zakat mal dan zakat fitrah. Zakat mal adalah bagian dari harta kekayaan seseorang
atau badan hukum yang wajib diberikan kepada mustahiknya setelah mencapai nisab
zakat, dan setelah dimiliki selama jangka tertentu pula. Sedangkan zakat fitrah
adalah zakat yang diwajibkan atas setiap orang muslim, laki-laki, perempuan,
budak atau merdeka, pada akhir puasa ramadahan (Yusuf Al-qordawi).
Zakat bentuk
distribusi dari si kaya kepada si miskin agar tidak terjadi jurang pemisah
antara keduanya. Pengelolaan diatur berdasarkan prinsip-prinsip yang baik dan
benar. Jelas akan lebih baik meningkatkan manfaat yang nyata bagi kesejahteraan
masyarakat.
Sehubungan
dengan pengelolaan zakat yang kurang optimal. pada tanggal 23 september 1999
ppresiden RI BJ Habibie mengesahkan UU No. 38 tahun 1999 tentang zakat untuk
melaksanakan UU tersebut Mentri Agama RI menetapkan KPTS Mentri Agama RI No.581
tahun 1999. Berhasilnya pengelolaan zakat tidak hanya bergantung pada banyaknya
zakat yang terkumpul tetapi sangat bergantung pada dampak dan pngelolaan zakat
tersebut dalam masyarakat dan zakat tersebut benar-benar dapat mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial dalm masyarakat. kadaan demikian sangat
bergantung dari manajemen yang diterapkan oleh BAZ (Badan Amal Zakat) dan dari
pemerintah.
Manajemen wakaf
Wakaf adalah
salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan lembaga Islam yang
satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah, sedangkan di sisi lain wakaf
juga berfungsi sosial. Wakaf muncul
dari satu pernyataan dan perasaan iman yang mantap dan solidaritas yang tinggi
antara sesama manusia. Dalam fungsinya sebagai ibadah ia diharapkan akan
menjadi bekal bagi si wakif di kemudian hari, karena ia merupakan suatu bentuk
amalan yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu
dimanfaatkan. Sedangkan dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset amat
bernilai dalam pembangunan umat.
Istilah wakaf beradal dari “waqb” artinya menahan.
Menurut H. Moh. Anwar disebutkan bahwa wakaf ialah menahan sesuatu barang
daripada dijual-belikan atau diberikan atau dipinjamkan oleh yang empunya, guna
dijadikan manfaat untuk kepentingan sesuatu yang diperbolehkan oleh Syara’
serta tetap bentuknya dan boleh dipergunakan diambil manfaatnya oleh orang yang
ditentukan (yang meneriman wakafan), perorangan atau umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar